Momen itu dibuka ketika seorang kerdil berjalan di reruntuhan kota yang terbakar. Para tentara masih berkeliaran dan eksekusi terus berlanjut, si kerdil melewati satu demi satu rumah batu yang hancur dan mayat-mayat hangus. Dia patah hati.
Sampai di suatu reruntuhan, dia mulai mengais reruntuhan bata. Dia mengais sampai sebuah tangan buatan dari besi terlihat. Dia mengais lagi, sampai nampak dua wajah dan dia menangis. Wajah itu adalah saudara dan saudarinya, Jaime Lannister dan Cersei Lannister. Dia sudah menangis sebelumnya, sebelum saudaranya berpamitan untuk mencari saudari yang dia cintai, yang dia cintai tidak hanya sebagai saudari. Ya, mereka incest.
Tapi si kerdil tidak sendiri, tokoh serial tersebut tidak patah hati sendiri. Para penggemar turut kecewa dan patah hati dari berminggu-minggu lalu, mengeluhkan mengapa jalan cerita ini sangat menghancurkan. Menghancurkan sekian season yang dibangun. Menghancurkan harapan mereka tentang akhir cerita.
Anda bisa bayangkan, mereka mengikuti serial ini semenjak dekade lalu serial ini dimulai. Mereka menangis, mereka bersorak, mereka bertepuk riuh ketika menyaksikan betapa menakjubkan cerita ini berjalan. Mereka mencintai pengembangan karakter yang mendalam dari tokoh-tokoh dalam serial ini. Mereka mencintai tempat fiksi impian serial ini. Bahkan mereka jatuh cinta pada musik opening dengan durasi hampir dua menit yang membuka tiap episode cerita ini, hampir semua sepakat tidak akan sempurna rasanya menyaksikan serial ini tanpa menghayati salah satu opening paling apik sepanjang sejarah yang menemani serial ini. Rasanya seperti sebuah lagu kebangsaan atau anthem yang menggugah hati.
Barangkali terkenang ke belakang, ketika penonton setia dibuat merinding akan alurnya yang kompleks. Ketika twist demi twist yang membuat bersorak, menangis, berteriak terkagum, kemudian terdiam semakin membuat mereka semakin mencintai serial ini. Sosial media pemerannya dibanjiri followers dan pujian. Mereka teringat selalu merindukan hari dimana setiap episodenya dirilis. Ditonton bersama kemudian diulang kembali karena kerinduannya tidak cukup. Namun di akhir cerita terkesan mengecewakan.
Saya adalah salah seorang yang tertular kekecewaan. Mengapa seakan kita diajak mencintai salah seorang tokohnya namun kemudian harapan kita bertepuk sebelah tangan. Mengapa seakan mereka menikmati akan timbulnya kekecewaan tersebut dan mereka bilang mereka mengetahuinya. Tapi beginilah dari awal serial ini dicintai. This is Game of Thrones that we are talkin' about. Tidak ada pahlawan yang selamanya dicintai dan tidak ada karakter jahat yang selamanya dibenci.
Barangkali inilah cara mereka membuat perpisahan terbaik untuk kami. Untuk kita. Para penggemar setia Game of Thrones.
Barangkali mereka menanamkan kekecewaan agar perpisahan ini ditangisi. Agar perpisahan ini dikenang. Pada setiap malam kita bergulat dengan kekecewaan (tapi tidak terlampau mengecewakan karena setiap detik ceritanya memiliki alasan) kita akan terkenang bahwa serial ini pernah dan selalu membahagiakan.
Apa yang sebanding dengan segala keluhan padahal kehormatan untuk bisa dan pernah menyaksikan serial ini begitu membanggakan?
Apakah kekecewaan kita sebanding dengan Drogon yang kehilangan saudaranya, ibunya dan rumahnya karena Iron Throne?
"All Hail Bran The Broken, First of His Name, King of the Andals and the First Men, Lord of the Six Kingdoms, and Protector of the Realm."